Sejarah
Desa Babadan tidak lepas dari sejarah perang Diponegoro, konoin setelah perang
Dip[onegoro usai karena pangeran Dip[onegoro dan sebagian pengikutnya ditangkap
dan diasingkan ke Makassar maka prajuritnya banyak yang melarikan diri menuju
ke arah barat untuk menghindari kejaran pasukan Belanda. Salah satu dari sekian
banyaknya prajurit yang meninggalkan goa Selarong dan sekitarnya adalah
Sontowinoyo, dikemudian hari lebih dikenal dengan Santonoyo. Sekitar tahun 1832
Sontonoyo sampai di daerah yang sekarang dikenal dengan sebutan Babadan, daerah
ini masih berupa hutan dan semak belukar, untuk membuka daerah ini agar bisa
untuk tempat tinggal dan bercocok tanam maka mbah Sontonoyo babad alas. Hutan
belantara yang belum terjamah manusia sebelumnya ini Babad, dari kata Babad inilah akhirnya daerah yang
berupa hutan itu menjadi nama BABADAN.
Setelah dibabad atau dibersihkan hutan itu terlihat Banar (dalam bahasa jawa artinya padang/bersih) dari kata Banar inilah akhirnya disebelah selatan
Babadan ada dukuh yang disebut Banaran,
yang berarti padang/banar. Dalam kurun waktu babad alas sisa batang pohon,
ranting, atau daun yang tidak bisa digunakan untuk bahan baku pembuatan rumah
disihkan atau ditempatkan di tiumur dukuh Babadan, dari kata sisih ini maka dukuh di timur Babadan
dinamakan Kesisih atau Kesasih. Dalam perjuangan untuk babad
alas di Babadan ini beliau dalam kesehariannya selalu memakai sorban, dari kata sorban inilah maka di sebelah selatan dukuh banaran dikenal dengan
sebutan dukuh Srabanan yang asal
kata dari Sorbanan (dalam bahasa
jawa artinya memakai sorban). Demnikianlah sekilas cerita tentang asal
usul Desa Babadan yang diceritakan
secara turun temurun oleh masyarakat Desa Babadan. Untuk mengenang jasa Mbah
Sontonoyo ini, maka jal;an utama desa dinamakan jalan Sontonoyo.
Desa
Babadan jaraknya tidak begitu jauh dari ibukota kecamatan maupun pasar Limpung
± 0,5 Km, karena letaknya yang strategis inilah maka mulai sekitar tahun
1980-1990-an banyak pendatang dari luar daerah yang berprofesi sebagai pedagang
sebagian besar menetap di Dukuh Banaran yang dekat dengan pasar Limpung, untuk
PNS guru sebagaian besar menetap di Dukuh Srabanan yang dekat dengan ibukota
kecamatan. Sebagian besar mata pencaharian penduduk desa Babadan sebagai
pedagang dan petani.
Hubungan/koordinasi
masing-masing lembaga yang ada fungsi dan kewenangannya masing-masing baik BPD
maupun LPMD. Hubungan sosial kemasyarakatan juga berjalan dengan baik, warga
saling menghargai dan menghormati p[erbedaan agama, keyakinan yang ada di
tengah masyarakat.
Dari
tahun ke tahun lulusan SLTP, SLTA, maupun sarjana semakin meningkat, hal ini
karena peningkatan ekonomi dan juga kesadaran orang tua untuk memberikan bekal
pendidikan kepada putra-putrinya semakin baik, hal ini bisa menjadikan modal
awal roda pembangunan berjalan di Desa Babadan yaitu sumber daya manusia dan
sumber daya alam.
Dengan
konsisi jumlah penduduk dan luas wilayah peringkat nomor satu di kecamatan
Limpung menjadi tantangan tersendiri dalam melaksanakan pembangunan, tapi sejak
adanya PPK atau PNPM dan juga dana bantuan lainnya baik dari kabupaten maupun
provinsi dan pusat sedikit demi sedikit dapat mengejar ketertinggalan Desa
Babadan dari desa-desa lainnya dalam rangka pembangunan infrastruktur maupun
pemberdayaan kepada masyarakat.
0 komentar:
Posting Komentar